UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN
2005
TENTANG
GURU
DAN DOSEN
BAB
I
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2.
Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan
tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat.
3.
Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut
profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di
lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5.
Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah
daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan
formal.
6.
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam setiap
jenjang dan jenis pendidikan.
7.
Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah
perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para
pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
8.
Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja
adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau
dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9.
Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan
akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang,
dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10.
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh
guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11.
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat pendidik
adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen
sebagai tenaga profesional.
13. Organisasi profesi guru
adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru
untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga pendidikan tenaga
kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk
menyelenggarakan program pengadaan guru pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau
pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu
kependidikan dan nonkependidikan.
15. Gaji adalah hak yang
diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan
atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
16. Penghasilan adalah hak
yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan
melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan
atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik
profesional.
17. Daerah khusus adalah
daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat
yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami
bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat
lain.
18. Masyarakat adalah kelompok
warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam
bidang pendidikan.
19. Pemerintah adalah
pemerintah pusat.
20. Pemerintah daerah adalah
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21. Menteri adalah menteri
yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
(1) Guru mempunyai kedudukan
sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru
sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan
sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1) Dosen mempunyai kedudukan
sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan dosen
sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai
tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk
meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai
tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk
meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen
sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan
nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pasal 7
(1)
Profesi
guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a.
memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b.
memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c.
memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d.
memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang
tugas;
e.
memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan;
f.
memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan
prestasi kerja;
g.
memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan
secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h.
memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan; dan
i.
memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan
profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara
demokratis,
berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan
kode etik profesi.
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1)
Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
11
(1) Sertifikat pendidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi
persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik
dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang
yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk
diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal
13
(1)
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan
anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi
guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk
peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a.
memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.
mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas
dan prestasi kerja;
c.
memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak
atas kekayaan intelektual;
d.
memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e.
memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana
pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f.
memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut
menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai
dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g.
memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas;
h.
memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi
profesi;
i.
memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan
kebijakan pendidikan;
j.
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
k.
memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam
bidangnya.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Penghasilan
di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta
penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan
khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang
ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Guru
yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1) Pemerintah memberikan
tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang
telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan
dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi
yang sama.
(3) Tunjangan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 17
(1) Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi
tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan
dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah.
Pasal 18
(1) Pemerintah memberikan
tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang
bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi
yang sama.
(3) Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas
yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan
yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan,
beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh
pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk
kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. Merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran;
b. meningkatkan
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak
objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku,
ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung
tinggi peraturan perundang-undangan,
hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara
dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 21
(1) Dalam
keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada
guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik
dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam
keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal
22
(1) Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk
memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan
pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
23
(1) Pemerintah mengembangkan
sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga
kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan guru
pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan
pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis
keunggulan lokal.
Bagian Keempat
dan Pemberhentian
Pasal 24
(1) Pemerintah
wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun
dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan
pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah
provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi
akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan
pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3) Pemerintah
kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi
akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan
pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai
dengan kewenangan.
(4) Penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat
wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik,
maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1) Pengangkatan
dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan
dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau
pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan
dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat
dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1) Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja
asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib
mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena
alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2) Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas,
baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal permohonan
kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4) Pemindahan guru pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Guru yang bertugas di
daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara
otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan
dalam pelaksanaan tugas.
(2) Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan
untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3) Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau
lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4) Dalam hal terjadi
kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru
pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan
pendidikan yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Guru
dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a.
meninggal
dunia;
b.
mencapai
batas usia pensiun;
c.
atas
permintaan sendiri;
d.
sakit
jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara
terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e.
berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama antara guru dan penyelenggara
pendidikan.
(2) Guru dapat diberhentikan
tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a.
melanggar sumpah dan janji jabatan;
b.
melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama; atau
c.
melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1
(satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian
guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5)
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai
pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1) Pemberhentian guru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan
diberi kesempatan untuk membela diri.
(2) Guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai
dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 32
(1) Pembinaan
dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan
dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional.
(3) Pembinaan dan
pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan
pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan,
kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi
dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan
pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1) Beban kerja
guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik,
serta melaksanakan tugas tambahan.
(2) Beban kerja
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh
empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka
dalam 1 (satu) minggu.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 36
(1) Guru
yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus
berhak memperoleh penghargaan.
(2) Guru
yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan
dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1) Penghargaan
dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi
profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(2) Penghargaan
dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat
kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau
tingkat internasional.
(3) Penghargaan
kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa,
finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan
kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan
Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota,
hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru
nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pasal 39
(1) Pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib
memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak
adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi,
atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan
hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan
terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru
dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan
terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu
kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Pasal 40
(1) Guru memperoleh cuti
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Guru dapat memperoleh
cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 41
(1) Guru membentuk organisasi
profesi yang bersifat independen.
(2) Organisasi profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi,
kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Guru wajib menjadi
anggota organisasi profesi.
(4) Pembentukan organisasi
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5) Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan
dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi
profesi guru mempunyai kewenangan:
a.
menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b.
memberikan bantuan hukum kepada guru;
c.
memberikan perlindungan profesi guru;
d.
melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e.
memajukan
pendidikan nasional.
Pasal 43
(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan
martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru
membentuk kode etik.
(2) Kode
etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat
perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1)
Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi
guru.
(2) Keanggotaan serta
mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
(3) Dewan kehormatan guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode
etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode
etik oleh guru.
(4) Rekomendasi dewan
kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif,
tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi
profesi serta peraturan perundang-undangan.
(5) Organisasi profesi guru
wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).